Pada suatu ketika, Budi, seorang pemilik perusahaan
textil menampar seorang karyawan wanita, wina. Siang itu mereka terlibat
pertengkaran setelah pertemuan selesai. Setelah semua pimpinan perusahaan
kembali ke ruang kerja masing-masing, Budi memerintahkan wina untuk tetap di
ruang meeting karena ada permasalahan yang harus diselesaikan. Wina adalah seorang akuntan di perusahaan tersebut. Wina
membuat kesalahan sedikit dalam penghitungan keuangan perusahaan yang akhirnya
si bos memarahinya mulai dari permasalahan yang sebenarnya hingga mengungkit
masalah-masalah lain yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.
Wina tetap sabar mendengarkan ocehan si bos namun
akhirnya si bos mulai mengatakan hal-hal
yang tidak enak sementara wina membantah ia tidak pernah melakukan hal tersebut
yaitu memanipulasi laporan keuangan perusahaan. Tentu saja wina yang sejak tadi
terlihat santai kini berbalik marah. Karena keduanya sama-sama keras kepala
akhirnya si bos menampar wina. Satu minggu kemudian wina menuntut bosnya dengan
tuduhan penganiayaan perempuan. Setelah itu wina mengundurkan diri dari
perusahaan tersebut.
Mengapa hal tersebut sampai terjadi ? budi adalah
seorang yang berpendidikan dan berpengalaman, demikian pula wina. Keduanya
memiliki taraf kecerdasan yang tinggi. Jika mereka memikirkan apakah yang akan
terjadi jika mereka berdua saling marah maka hal di atas tidak terjadi karena
sebenarnya persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan kepala dingin tanpa
merugikan keduanya.
Dari cerita di atas kita dapat melihat bahwa
kecerdasan tidak menjamin emosi yang
baik dan terarah. Tidak semua orang memiliki kemampuan mengelola emosi yang
baik. Ada orang pandai dengan kemampuan mengola emosi yang baik. Kemampuan
seseorang dalam mengola hidangan emosinya dapat membantu seseorang berhasil
dalam kehidupan di berbagai bidang, sementara orang lain dengan IQ yang tinggi
sekalipun jika tidak dapat mengolah dan mengatasi emosi maka ia akan mengalami
stress berat dan kemandekan (stagnasi).
Bagaimana emosi itu bisa muncul? Yang
jelas ia datang begitu saja. Tanpa perencanaan “strategis” berupa tujuan dan strategi emosi
seperti “hei emosi datanglah padaku!”. “ Akan kuhadapi kau secara taktis”. Lalu
apakah emosi dapat memaksa anda untuk berbuat sesuatu? Tidak juga. Yang
terjadi, emosi dapat mengarahkan pada kita untuk melakukan sesuatu. Emosi dapat
merangsang pikiran dan kreasi baru, daya hayal baru, dan tingkah laku
baru. Mengapa? Karena emosi itu datang sebagai refleksi atau tanggapan atas
kejadian tertentu yang dihadapi seseorang.
Emosi ada yang menyenangkan dan ada pula
yang menyedihkan. Ada yang enak, ada pula yang menyebalkan. Coba Anda rasakan
sendiri. Emosi dapat menghalangi hubungan harmonis dengan orang lain, kalau
kita sedang marah dan benci. Sebaliknya emosi mampu sebagai perekat hubungan
yang semakin aduhai nyamannya, misalnya karena rasa kasih sayang dan cinta yang
diterima dari orang lain. Tetapi yang jelas daya tanggap tentang emosi akan
berbeda antara individu yang satu dan yang lainnya. Ada yang emosi begitu
bergelora, ada juga yang tenang-tenang, bahkan ada yang dingin saja kalau
menghadapi kejadian tertentu. Karena itu emosi dapat memiliki kekuatan
untuk membangun dan bisa juga merusak diri sendiri dan orang lain. Untuk
mengelola dan mengatasi emosi ini diperlukan suatu kecerdasan atau kita sebut
dengan kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk
memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan
dorongan diri/hati, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak
melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa. Bila suatu permasalahan
muncul dengan intensitas yang cukup berat pertama-tama kita persiapkan diri
kita. Diri kita menyadari (recognize) mengenal perasaan yang pada saat itu
muncul pada diri kita dan mulailah mengenali diri anda dengan mengatasi emosi
tersebut dan bukan emosi yang mengendalikan diri kita.
Contohnya jika saat itu kekasih memutuskan
anda, dan anda tidak menerima keputusan
sepihak tersebut namun apadaya berbagai cara telah dilakukan untuk membuat anda
berdua rujuk kembali tidak berhasil. Maka saat itu yang harus anda lakukan
adalah bangkitlah. Sedih boleh tetapi hanya untuk sesaat. Setelah anda bangkit
kuasailah diri anda dari masalah tersebut yang kemungkinan suatu hari akan
muncul kembali. Janganlah murung atau menyendiri, jangan tertutup dan
bersembunyi di dalam rumah. Keluarlah dari “dunia” anda karena masih banyak hal
penting yan harus anda kerjakan. Mulai membina suatu hubungan atau relasi
dengan orang lain yang dapat meluaskan pergaulan anda, meluaskan pandangan
anda, dan belajar berempati pada orang lain agar anda lebih dicintai oleh
lingkungan sekitar anda. Jika telah mampu melewati suatu permasalahan
pertahankanlah perasaan bahagia anda dan jika suatu hari anda mengalami masalah
serupa atau masalah-masalah lain pecahkanlah dengan kepala dingin dan kreatif
dalam memecahkan masalah anda
Nah, lalu bagaimana mengelola emosi
seoptimum mungkin? Berikut beberapa tips kecil yang mungkin dapat dipakai :
· Berpikir positiflah pada emosi terutama emosi
yang bercorak buruk, gali dan ambil hikmah kejadian tersebut.
·
Pandanglah emosi itu sebagai salah satu jalur
untuk mengenali dan memperbaiki diri sendiri dan membantu orang lain.
· Emosi jangan disimpan sendiri tetapi
ungkapkanlah kepada orang-orang terdekat untuk berbagi simpati dan empati
· Emosi, khususnya yang bersifat negatif, jangan
didiamkan apalagi dipelihara tetapi diolah menjadi potensi kekuatan untuk
mengembangkan diri
Monggo-monggo yang mau share ilmu mengenai kendali emosi :D silahkan komen
source :
http://refleksiteraphy.com/?m=artikel&page=detail&no=68
http://ronawajah.wordpress.com/2010/04/06/mengelola-emosi/
nice :)
ReplyDeletesaya senang mengikuti postingan anda
postingan yang menarik .
salam kenal yya dan sempatkan mampir ke
website kami.
kecerdasan intelektual kadang tidak berbanding sejajar dengan kecerdasan emosional, tapi sekarang banyak koq seminar tentang EQ, karena katanya sih EQ lebih menentukan kesuksesan seseorang daripada IQ :)
ReplyDeletehowh... tq mbak sharenya..
Deleteiya aku baca-baca EQ pengaruhnya lebih besar dari IQ